Pages

Ads 468x60px

Labels

Thursday, 17 July 2014

7 Alasan Saya Beruntung Masuk Teknik Industri Telkom University

2010 adalah tahun yang amat menetukan dalam hidup ku, karena saat itu Aku harus memutuskan untuk masa depan memilih peruguruan tinggi. Tepatnya pilihan itu adalah "apa yang harus aku pilih dari 3 kampus untuk menentukan masa depan ku, belajar agama di universitas islam negeri syarif hidayatullah (ciputat) atau belajar ilmu terapan D3 di universitas indonesia, atau di kampus spesialis dunia telekomunikasi (Telkom University) di jurusan S1 Teknik Industri". Dan keputusan Allah, aku diberi kesempatan berkuliah di salah satu perguruan swasta bidang telekomunikasi terbaik di Indonesia (Telkom University).
Bermodal keyakinan ayah dan pinjaman uang dari paman Alhamdulillah Aku bisa berkuliah di tempat ini. Ayah ku sangat yakin kalau STT Telkom (atau kini Telkom University) adalah kampus yang juga akan mengubah nasib keluarga kami yang terbelakang pendidikan di desa kecil ujung timur Indonesia (Papua). Keyakinan ini beralasan karena seorang Kakak sepupu ku, ada yang pernah menuntaskan pendidikan di kampus ini dengan karir yang cemerlang di industri telekomunikasi. 
"Teknik Industri!", itu jurusan pertama yang dengan semangat dan lantang Kakak sepupuku rekomendasikan. Menurut Kakak sepupuku, teknik Industri punya prospek yang lebih melejit di dunia industri, apalagi dengan lebel ICT education. Telkom University sudah menggandeng banyak perusahaan papan atas yang punya kepercayaan tersendiri untuk alumni-alumni kampus ini.

Semakin Aku menjalani 8 semester menempuh pendidikan di kampus ini, Aku semakin sadar betapa Aku dan teman-teman beruntung ada di jurusan Teknik Industri Telkom University.

1. Teknik Industri (TI) Telkom University Punya Akreditasi A
Sebelum masuk kampus, pastinya akreditasi jadi salah satu faktor yang buat kita yakin masuk ke jurusan tertentu. Dan jurusan TI di kampus ku ini menurutku sudah membuktikan akreditasinya dengan pelayanan yang diberikan. Selain sebagai mahasiswa, di sistem ini Aku juga berperan sebagai customer. Yang tindak-tanduk apa yang Aku rasakan saat ini adalah buah dari pelayanan pendidikan yang diberikan. 

2. Teknik Industri Telkom University Punya Fasilitas Laboratorium Yang Lengkap
Secara umum kampus ini sudah memiliki fasilitas yang bisa dikatakan lengkap jika dibandingkan dengan fasilitas beberapa universitas negeri, bahkan mohon maaf harus Aku akui kampus ini mempunyai fasilitas yang bisa dikatakan selevel dengan fasilitas salah satu universitas belanda yang pernah Aku kunjungi. Meskipun untuk beberapa teknologi memang perlu diakui tidak ada, seperti pintu gedung yang buka-tutupnya pake sensor atau tong sampah yang buka-tutupnya pake sensor dll, layaknya yang ada di luar negeri. Namun jika dibandingkan untuk teknologi kampus dalam negeri, perlu Aku katakan kampus ini punya fasilitas yang buat Aku bangga jadi bagian dari mahasiswa di sini. Sebut saja labortaorium proses manufaktur dengan segala mesin CNC di dalamnya, Atau laboratorium ERP yang bisa ngefasilitasin pengalaman menggunakan salah satu merk software ERP terkenal. Padahal saat aku tanya pada TI kampus lain mengenai software tersebut, ada yang mengatakan hanya belajar sebatas konsep, atau bahkan tidak tau sama sekali. 

3. Teknik Industri Telkom University Punya Program Internasional
Belajar di luar negeri mayoritas hanya lumrah menjadi mimpi pasca sarjana tapi di kampus yang dulunya dijuluki "kampus putih biru" ini, dalam masa study sarjana pun kami punya beragam pilihan tujuan negara baik itu untuk program pertukaran pelajar, double degree, atau pun sekedar short course. Dimulai dari pendidikan sarjana kini, kami sudah diberikan semangat untuk merasakan pengalaman internasional. Khususnya program pertukaran pelajar yang sudah dimulai pada angkatan Aku, dengan tidak tanggung-tanggung kampus memberikan dana beasiswa untuk mahasiswa agar diberangkatkan ke Belanda dan Korea. Kini pilihan tujuan negara semakin beragam, begitu pun jenis program yang ditawarkan.
Program internasional pun sebenarnya bukan hanya pada program ke luar negeri tetapi juga disediakan kelas khusus yang memang dibentuk dengan sistem yang pengalaman belajar standar internasional. Kelas dikondisikan untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar dalam bahasa inggris, sistem pembelajaran dan penilaian yang berbeda, kursus bahasa inggris gratis, dan juga fasilitas ruangan yang spesial. 

4. Teknik Industri Telkom University Punya Standar Nilai Yang Menantang
Nilai B adalah nilai tertinggi untuk standard ujian. Jadi meskipun nilai kamu 100, itu ga semerta-merta ngasilin A untuk indeks matakuliah tersebut. Yang perlu dilakukan adalah tunjukan karya otentik yang terkait mata kuliah tersebut untuk divalidasi menjadi nilai outstanding. Kalau ga punya nilai outstanding maka jangan harap nilai B itu akan berubah jadi A. :D
Awal sistem ini terapkan tentunya bikin semua mahasiswa jadi stress. Karena siapa pun pasti pengennya dapat A. Tantangan inilah yang buat atsmosfer kompetitif bergelora diantara kami. Karena mendapat nilai itu menantang, itu menjadi kepuasan tersendiri. Meskipun negatifnya saat nilai A yang diharapkan tidak diperoleh maka ini bakalan ngasilin nilai yang hancur. haha

5. Teknik Industri Telkom University Selalu Punya Kreasi

Aku harus kasih dua jempol untuk salah satu kreasi jurusan ini, coba lihat:

Pin-pin lucu ini bukan tanpa alasan dibuat. Pin-pin ini sengaja dibuat di masa semester akhir untuk menyemangati mahasiwa tingkat akhir agar bisa lulus cepat atau pun lulus cumlaude. Jadi terharu :')
Ada juga lomba poster yang isinya buat poster tentang subjek tertentu di perkuliahan. Dan semua poster akan ditempel memenuhi dinding fakultas. Selain itu masih banyak lagi aksi kreatif yang dilakukan fakultas rekayasa teknik industri. 
                                                                                                      
6. Teknik Industri Telkom University Punya Dosen-Dosen Yang Hebat
Ilmu mungkin akan menguap hilang beriring waktu dan usia, tapi ada yang kekal tertanam dalam diri yang akan dibawa sebagai prinsip hidup. Itulah yang disebut "inspirasi". Aku mungkin tidak bisa jabarkan bagaimana seseorang bisa terinspirasi dan menginspirasi, tapi yang ku tau pasti

“inspirasi bukan hanya mengubah ijazah seseorang tapi juga hidup seseorang”.

Secara pribadi, Aku sangat berhutang budi pada mereka (dosen-dosen) yang telah mengajarkan kami bukan hanya sebatas inputan 'ilmu' dan outputan 'grade'. Lebih dari itu mereka adalah dosen-dosen hebat yang mengajarkan kami, arti hidup dan kehidupan. Ucapan terimakasih setinggi-tingginya Aku sampaikan pada mereka dosen-dosen ku. Benarlah kata seorang teman, "jika dalam kurun waktu hanya 4 tahun saja para dosen (alumni perguruan tinggi) membimbing kita untuk menjadi para generasi cerdas penerus bangsa. Bagaimana jika sejak lahir seorang bayi telah dibimbing oleh seorang Ibu (alumni perguruan tinggi), maka selayaknya-lah bayi tersebut akan menjadi generasi yang lebih hebat lagi". Dan kesadaran menuntut ilmu bukan hanya lantaran nasib “dompet”, tapi juga nasib generasi bangsa. Semoga semakin banyak warga Indonesia yang sadar akan pentingnya pendidikan.

7. Teknik Industri Telkom University Punya Sistem Sertifikasi
Aku kurang tau apakah dikampus atau jurusan lain ada atau tidak, yang pasti di Teknik Indstri Telkom University, setiap mahasiswa diberi pilihan untuk sertifikasi apa yang dia pilih sebagai bekal lebihnya menjadi profesional teknik industri. Dan bukan main-main, untuk memperoleh sertifikasi ini kami harus mengikuti serangkaian kegiatan yang secara profesional memberikan kami kemampuan untuk mempraktekkan skill tersebut. Salah satu sertifikasi yang pernah Aku ikuti misalkan adalah pricing analysis for ICT industry. Selama program sertifikasi itu kami bukan hanya menerima materi tapi juga memecahkan kasus yang benar-benar terjadi di indutri. Begitu pun dengan serifikasi-serifikasi pada keprofesian lainnya.



"Dan ku berharap suatu saat mereka akan tersenyum melihat buah yang mereka siram siang dan malam. Dan sebaik-baik amalan yang akan mengalir sampai masa kapan pun adalah ilmu yang bermanfaat".





Wednesday, 9 July 2014

Ini Kemenangan "Kita" (Pemilu 2014)

Alhamdulillah setelah pertarungan sengit musim kampanye 2 bulan ini. Akhirnya kini tiba hari yang dinanti. Hari dimana Indonesia harus memilik diantara dua orang anak terbaik bangsa "Jokowi dan Prabowo". Dan Insyallah segera akan diumumkan hasil dari Pemilu 2014 ini.
Siapa pun yang nanti terpilih, itu atas izin Allah. Kita musti legowo. Yang menang bukan presiden atau pun pendukungnya. Tapi yang menang adalah rakyat Indonesia. Tidak boleh terpecah belah hanya gara-gara ini.  
Yang terpilih bukan presiden "kami" atau "kalian". Tapi yang terpilih adalah presiden "Kita". Jangan terbawa ego dan masih kekeh dengan pendapat calon yang menurut kita terbaik. Karena sekali lagi pendapat, penilaian manusia itu tidak ada yang sempurna. Yang memiliki kesempurnaan hanyalah Allah. Dia tau sampai yang tidak manusia ketahui, dan Dia tidak memberi apa yang kita inginkan tapi yang bagi-Nya itu terbaik buat kita.
Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta adalah dua tokoh bangsa yang hebat dan baik. Gak perlu berburuk sangka, toh ini kan udah selesai masa kampanye. Udah tinggal tawakal. Gak perlu juga ngejudge, rasisme beragama dan suku. Tuhanlah yang paling tau tentang keadaan iman dan niatan di hati. Jadi ga perlu dijadiin bahan kambing hitam.

Dua-duanya sama-sama mau mambangun bangsa, jadi siapa pun yang menang itulah ketetapan Tuhan dan suara Indonesia. Sekarang saatnya bahu-membahu membangun bangsa ini bersama. Kita semua menang, karena kita Alhamdulillah akhirnya akan dapatkan Pemimpin bangsa ini. Mudah-mudahan bersama kita wujudkan bangsa Indonesia yang merdeka dan sejahtera. #IndonesiaDamai

Monday, 7 July 2014

Romantisme Berislam

Dan aku tidak tau apa itu namanya, tapi itu mungkin yang namanya "koneksi batin" dalam payung islam... tidak berbicara dengan mulut, tapi kami berbicara dengan hati
21 Juni adalah hari yang cukup menantang dalam hidup ku, karena waktu itu aku putuskan untuk traveling alone. Cuma modal beberapa euro, hape, notes, plus bahasa inggris saatnya berkunjung ke Negara tetangga Belgium. Tepatnya salah satu kota wisata terkenal di dunia karena romantisme-nya, nama kota itu adalah Brugge. Yang jauh lebih menarik bukan romatisme kota itu, bukan juga karena pemandangan indah yang aduhai, atau waffles nikmat khas Belgium. 
Ada keromantisan yang lebih dari itu, sebuah jawaban dari do'a andalan yang selalu ku panjatkan sebelum berangkat traveling ke negara mana pun. 
Ya Allah ridhoilah perjalanan ku, dan berikanlah hikamah dari perjalanan ini untuk menjadi perjalanan religi bagi ku
Kereta ku berangkat sejak pagi, dan baru berada di dalam Belgium saat siang menjelang sore. Berhubung saat itu tidak bisa ngutak-ngatik HP karena takut batrei habis saat di perjalanan. Makanya ku cari saja apa yang bisa dilakukan dari pada bengong. Okay, dan aku ingat kalo aku bawa Al Qur'an setidaknya ada yang bisa dibaca walau cuma baca arti Indonesianya saja. 
Kereta ku berhenti sejenak di salah satu kota sebelum Brugge. Disana masuklah seorang Ibu, yang langsung duduk tepat disampingku. Namun selanjutnya dia berpindah tempat ke kursi yang ada tepat dihadapan kami, yang hanya terjarakkan oleh sebuah meja di tengah. Ada scraft yang membalut di kepalanya, tapi itu tidak tertutup sepenuhnya. Hanya seperti dicantolkan, jadi ku pikir itu hanya dipakai untuk style. Dan kali ini menyusul dibelakangnya pria usia sekitar 25 tahun ke atas. Ku tebak sepertinya itu anaknya. Yah mereka berbincang hangat, dengan bahasa yang sama sekali tidak ku mengerti.
Seusai membaca, ku taro Al Qur'an itu di atas tas jinjing yang aku taro di atas meja. Dan seketika Ibu itu pun mengambil Al Qur'an tersebut dengan kedua tangannya, yang langsung membuat ku terkejut. *dalam hati "kenapa nih Ibu!". 
Dan luluhlah hati ku, dengan khidmatnya dia mencium Al Qur'an bersampul hijau ku itu dengan wajahnya, dan menempelkannya (menyentuhkannya) ke dada nya. Dan diletakkannya kembali Al Qur'an itu ke atas tas ku. Aku cuma speechless ngeliatnya, dan akhirnya aku paham beliau seorang muslim. Dia pun bertanya, mengajak ngobrol. Namun sayangnya bukan dengan bahasa yang aku mengerti. Entah itu bahasa apa, meski berulang kali aku bilang "maaf saya ngertinya kalo bahasa inggris". Tapi sepertinya beliau sama sekali tidak mengerti. Bahkan setelah itu anaknya bertanya yang kurang lebih mungkin artinya "kamu bisa bahasa arab?". Saya jawab saja "engga juga, hehe". 
Tidak menyerah, Ibu itu tetap ngobrol dengan ku seolah sedang menceritakan sesuatu tentang dirinya dan anaknya. Dan seolah saya mengerti, saya juga selalu merespon percakapan dua bahasa berbeda kami. Yang benar-benar aku mengerti adalah beliau berasal dari afganistan. Begitu pun yang aku yakin dia mengerti adalah aku berasal dari Indonesia. Tersenyum bersama, berbagi makanan bersama. 
Perjalanan yang tadinya cukup membuat deg-deg'an karena sendiri jadi nyaman karena ada saudara-saudara ku di sini. Kami yang hanya baru bertemu beberapa menit lalu, dan berbicara akrab dengan dua bahasa yang jelas berbeda. Tapi bisa ku lihat pancaran aura mereka, yakni aura cinta persaudaraan islam. 
Kini aku merasakan apa yang dulu pernah diceritakan Aa Gym,
Bahwa hati itu bisa berbicara, dia tidak butuh penerjemah. Dialah insting terbaik dan pemersatu yang tak tertandingi
Kami pun berpisah di satu kota sebelum Brugge, karena mereka sudah sampai. Kami pun (aku dan Ibu) bersalaman hangat seolah saudara dekat yang akan berpisah jauh.
Ada yang punya ribuan kata romantis, tinggal dilingkungan yang romantis tapi mereka tidak bisa merasakan "keromantisan dalam iman". Tapi islam bukan hanya tertulis di lembar kertas yang ku bawa, tapi tertulis di hati. Yang mana dengannya ada radar pemersatu hati, pada setiap jiwa muslim di seluruh penjuru alam.
Itulah mengapa, jika kau sakit saudara ku seharusnya aku pun sakit. Karena rasa ini adalah rasa yang sama. Dan saat kepedihan yang terjadi pada mu saudara-saudara ku yang sedang tersakiti di Gaza, atau pun di belahan dunia lainnya. Maka sebenarnya rasa yang sama itu terjadi pada ku, pada kami muslim Indonesia. Namun maafkan aku yang lemah, belum mampu melakukan apapun kecuali mendo'akan kalian dari jauh. 
Kala kalian ke Indonesia, datangilah rumah ku "siapa pun nama mu, bahasa mu, dan asal mu". Semoga Allah memberkahi umat islam di seluruh penjuru dunia.

Ilustrasi Gambar: zuuloves.tumblr.com


Sunday, 6 July 2014

Why Do Some Entrepreneurs Decide to Give Up? Exploring The Causes Through Cognitive Maps



Here is the article resume of Nabil Khelila & Matthijs H.M. Hammer:
TITLE
"Why do some entrepreneurs decide to give up?
Exploring the causes through cognitive maps"
With authors: Nabil Khelila & Matthijs H.M. Hammer

Picture Source: noleynols.wordpress.com

CONTENT
The aim of this paper is to contribute to a better understanding the complexity of entrepreneurial exit by proposing an integrative and typological framework. This study seeks to provide tow main contributions.
First, given the little research integrating in the same studies the individual and firm levels of analysis, the current research propose an integrative theoretical framework based on entrepreneur/new venture dialogic and highlighting the multidimensional, the multiform and the paradoxical aspect of entrepreneurial exit.
Second, despite the wide use of cognitive approach in entrepreneurship, only a few studies have used cognitive maps as a tool for understanding the “negative entrepreneurial outcomes”, such as the exit decisions of entrepreneurs.

METODOLOGY
The methodological framework is based on cases studies of four entrepreneurs who have made the entrepreneurial exit decision. Based on cognitive mapping approach, the method used is this paper is divided into three stages.
The first stage explores the view of the entrepreneur with regard to his/her exit experience and is based on non-directive interview.
The second stage applies the cross-impact “cognitive matrix” in an effort to define the relationship among the concepts gathered during the first stage.
In the final stage, the cognitive map composed of concepts and links is analysed in order to identify the root causes of entrepreneurial exit.
RESULT
The findings of this qualitative study show that entrepreneurial exit is not the exclusive consequence of the presence of positive or negative exit reasons, but the immediate result of the interaction of six key dimensions that this research aims to explore, describe and classify.
The resulting analytical framework can be used as “visual support” by researchers and professional actors to provide an overall view of the entrepreneurial failure phenomenon, to better analyze its causes, and to build strategies for avoiding tragic and traumatic exit experiences.




Source: Khelil, N., Hammer, M. H. M., (2013), "Why do some entrepreneurs decide to give up?Exploring the causes through cognitive maps".