Pages

Ads 468x60px

Labels

Sunday, 27 April 2014

Sama Kok

Tanpa sengaja waktu itu aku pernah berada di dalam percakapan dengan "seseorang", tapi lebih tepatnya aku menjadi pendengar. Karena sengaja memposisikan diri seperti itu sebab waktu diperhatikan kalau pembicaraan ini aku ikuti arusnya nanti malah jadi perdebatan. Berhubung "aku benci berdebat" tapi aku open minded dengan semua gagasan. Tepatnya waktu ada pernyataan yang kurang lebih maknanya "Kebanyakan organisasi (XXX) itu orang-orangnya sangat semangat beragama tapi sebenarnya tidak berilmu banyak. Yah karena basic keluarganya memang tidak memperkenalkan agama dengan baik. Background keluarga kamu apa?". 
Memang aku akui orang bersangkutan terlihat punya banyak ilmu agama, dan pemahaman yang lebih dalam. Tapi menurut aku pribadi sepertiya tidak tepat menjadikan parameter background keluarga untuk nyatain posisi seseorang. Emang kalo keluarga seseorang bukan ulama, terus masalah?. Kadang seseorang memutuskan "jalannya" juga melalui proses, tidak semuanya bisa dirujuk ke kelurga. Meski keluarga memang benar punya peranan besar untuk nentuin gimana keadaan beragama anaknya. Kalau pun memang ada keadaan-keadaan tertentu tapi itu tidak bisa digeneralisasi. 
Pada dasarnya sebenarnya, jangan sampai kita merasa bahwa "agama saya lebih baik daripada kamu, keluarga saya lebih baik daripada kamu". Karena benar-benar sepenuhnya yang tau keadaan keimanan kita adalah pencipta kita. Selama seseorang itu muslim, sudah sepantasnya kita berbaik sangka, bukan mencari cela. 
Aku sama sekali ga peduli dengan apa yang dinamakan orang dengan "golongan". Karena pun "golongan" itu bagiku hanya sebuah nama, dan apa yang ada dibalik itu aku pun ga tau (*dan ga mau "sok tau"). Selama kamu bersyahadat dan berislam maka sudah jadi keharusan bagi ku untuk berpositif sangka seperti aku berpositif sangka pada saudara-saudara yang lain. Saat ada seorang sahabat ku (beragama lain), beliau sempat bertanya ke aku. "De jadi islam itu punya jenis isi Al Qur'an yang beda-beda yah  makanya kalian terpecah-pecah?". Aku cuma menjawab sambil tersenyum "Seluruh isi Al Qur'an di muka bumi ini sama dan tidak pernah berubah. Kalau pun ada perbedaan diantara kami sebenarnya cuma pada "menyikapinya".
Yah kami muslim punya rujukan yang satu, kitab yang suci lagi mulia yakni Al Qur'an. Senantiasa terpelihara keasliannya sepanjang zaman. Maka sebagai sesama umat muslim mau seperti apa pun jenis golongan mu, pengetahuan agama mu, penyikapan agama mu, keluarga mu seharusnya itu tidak menjadi pengganjal kita untuk tetap menatap setiap dari kita dengan penuh kecintaan karena Allah. Tanpa ada rasa "lebih jago", "lebih benar", "lebih paham", dan semua yang ada kata awalan "lebih-".
Karena benar-benar tidak ada yang mengetahui secara pasti bagaimana "posisi" kita di mata-Nya. Jadi ga perlu lah merasa diri lebih. Jadi inget kata kepala sekolah SMA ku dulu. "tidak perlulah kita saling menyalah-nyalahkan, lakukan saja yang terbaik dalam ibadah mu. Berdebat juga percuma, nanti tong baku (kita saling) ngintip saja sebenarnya siapa yang masuk ke syurga (benar)." Seperti itu lah sentilan guru ku itu kepada orang-orang yang menekan beliau dalam perdebatan agama. Kita semua bersaudara, dan ga ada kepastian tentang siapa yang "sempurna benar", karena kesempurnaan hanya milik Allah.

Wallahu A'lam



0 comments:

Post a Comment