Pages

Ads 468x60px

Labels

Thursday 9 July 2020

Hamil di Masa Corona

Akhir bulan febuari adalah masa yang akan selalu teringat di memori. Karena masa itu momen nya aku & suami dapat kejutan kehamilan anak pertama kami. Fyi, di bulan ini corona sudah menjadi pemberitaan di Indonesia.
2 hari berlalu, aku penasaran kenapa belum haid lagi yah. Padahal aku tipe wanita yang haid nya sangat teratur atau lebih cepat dari biasanya, kalau pun tanggal nya kegeser lebih lama-paling cuman sehari. Sebenarnya tangan sudah gatal pengen test pack. Cuman takut kecewa karena 3 kali berturut-turut di bulan sebelumnya test pack hasil nya negative. 
Sebenarnya kami terhitung penganten anyar saat itu, baru 05 Oktober 2019 menikah. Tiap bulan setelah menikah, aku selalu test pack, saking exitednya pengen hamil & punya keturunan. Bukan karena ditanyain teman-teman "Udah isi belum?", tapi karena dari dulu sudah suka anak kecil & sudah merindukan punya anak sendiri. Back to the story, aku pun nunggu lagi kondisi telat haid nya (sekitar 5 hari) untuk meyakinkan hati buat test pack. "Kali ini kalau sampe negative lagi, hancur hati ku"-gumam ku dalam hati. Pada saat itu feeling ku, seperti ada sesuatu yang ngegantung di bagian entah rahim entah bagian mana. Seolah-olah sesuatu yang menggantung itu kayak mau jatuh, tapi ga jatuh. Aku pikir mungkin saja mau haid, cuman karena kurang gerak. Makanya haid nya ketahan dan bikin efek rasa kayak ngegantung begini. Tapi di sisi lain aku juga berharap semoga ini hamil, karena faktanya aku memang telat datang bulan. Cuman tanda-tanda kehamilan seperti yang aku tau pada dari google, seperti mual, lemas, kram perut, bercak merah muda, & sejenisnya itu tidak ada. Aku pun berusaha netral, berharap tapi berpasrah. Sampai tiba saat nya hari itu, aku beli 1 pc test pack hanya 1 pc. Dan dengan hati-hati melakukan proses nya, "MasyaAllah 2 garis merah!". Aku gemeteran, speechless, bersyukur, & langsung teriak panggil-panggil suami untuk ke tempat ku segera. "Mas-Mas, ke sini mas!, mas-mas ke sini!", udah kayak ada darurat tingkat tinggi. Suami ku datang dan aku pun nunjukin serta sampaikan hasil test pack ku ke dia. Dia speechless tapi tidak percaya, sampai nanya ulang emang benar cara baca test pack nya kayak gitu. Aku mengerti dia agak trauma karena pernah salah sangka dikiranya aku hamil dari bulan kedua kami menikah. Saat itu dia sampai udah cerita sana-sini, happy banget. Dan ternyata hasil test packnya negative, bahkan sampai aku cek berkali-kali pun negative. Itu sedih banget sih. Jadi di moment ini, kami tidak langsung kabari sana-sini. Bahkan orang tua ku juga tidak ku kabari dulu. Sampai kami datang ke dokter spesialis kandungan & beliau merespon baik test pack positive itu. Tapi kami diinfokan mesti datang lagi ke sana di bulan maret karena kantung kandungan nya belum kelihatan. Dan di akhir maret kami datang lagi, Alhamdulillah hasilnya dokter merekonfirmasi bahwa aku hamil dengan usia kandungan 5 weeks (sebulan lebih 1 minggu). Aku & suami speechless, terharu, dan sangat bahagia sekali dengan anugrah dari Allah SWT ini.
Hanya selang beberapa hari setelah pengecheckan kehamilan itu, kantor kami resmi memberlakukan WFH (Working From Home) dengan gelombang pertama adalah bagi yang sedang hamil/ memiliki penyakit tertentu. Aku masuk kategori yang sedang hamil sehingga Alhamdulillah aku sudah dapat izin WFH yang sangat memudahkan aktifitas ku. Sangat memudahkan, karena tampat tinggal ke kantor ku cukup jauh. Biasanya aku naik kendaraan umum. Dan itu mesti 4 kali ganti kendaraan, butuh banyak jalan gerak & dempet sana-sini. Saat WFH aktifitas pergi-pulang kantor dieliminasi membuat waktu lebih efisien, budget transportasi juga bisa dialihkan, energi bisa simpan, & resiko terpapar dari orang-orang unidentified di public transportation juga bisa sangat berkurang. Bangung pagi aku sarapan, lalu mulai isi absen dan trade record kesehatan pagi hari, dan mengemail rencana kegiatan harian. Aktifitas pun bisa dilakukan dengan fleksibel karena berorientasi pada hasil. Dan hari-hari ditutup isi absen check out, lalu mengemail report hari itu ke atasan. 
Saat hamil, aku tidak lagi ke rumah sakit buat konsultasi bulanan. Akan tetapi secara mandiri mempelajari kondisi kehamilan dari youtube, dan tau kapan saat nya urgently perlu pergi ke rumah sakit ibu & anak. Kenapa?karena menurut penjabaran dokter SPOG yang aku tonton, corona itu lebih berbahaya daripada tidak konsul ke dokter seperti biasa nya. Dan seberapa cepat & masive nya penularan di rumah sakit itu tidak ada yang tau. Makanya jika tidak ada keperluan urgent untuk ke rumah sakit, sebaik nya jangan ke rumah sakit. Tanda utama ibu hamil (yang belum mendekati masa kelahiran) mesti ke rumah sakit di masa corona adalah jika terjadi pendarahan atau bercak. Jika semua nya relatif baik-baik saja seperti kondisi hamil pada umum nya, maka ibu hamil tidak perlu ke rumah sakit. InsyaAllah Aman.
Namun kodisi menjadi serba sulit saat WFH sudah tidak diberlakukan. Tepatnya mulai di akhir bulan juni ini. Aku mesti berangkat kerja dengan opsi public transporatation yang "semengikuti-mengikuti protocol" nya juga tetap saja kurang kondusif. Karena ya perlu dimaklumi bahwa jumlah karywan di jakarta ini sangat banyak, sementara jumlah armada masih terbatas. Sedangkan setiap orang tentu perlu masuk kerja ontime sehingga "apapun dilakoni". Kalau bagi orang yang tidak hamil tentu tidak terlalu masalah. Tapi bagaimana untuk ibu hamil?. Tentu aku tidak mau gambling, jadi bagaimana pun cara nya mesti cari pilihan dengan ikhtiar yang paling secure. Suami pun membantu dengan mengantar jemput dengan kendaraan pribadi, dan belakangan aku akhirnya mengekos di belakang kantor saat weekdays-agar cukup dengan berjalan kaki bisa tetap masuk kantor. Dan weekend, suami menjemput untuk pulang ke rumah, begitu pun seterusnya. InsyaAllah.
Dan hari ini adalah hari ke empat aku ngekos di daerah belakang kantor. Sedih si, karena jauh dari suami tapi bersyukur karena bisa mengupayakan perlindungan terbaik bagi anak ku di kandungan. Semoga kita semua aman dari wabah corona ini. Terutama para bumil karyawati di masa ini, tetap semangat. Semoga Allah lindungi kita & anak kita selau.. Amin Ya Rabbal Alamin..

Monday 6 July 2020

Corona (COVID-19) di Indonesia

Di akhir 2019, virus menular mulai mewabahi daratan china dan sekitar nya. Berita nya mulai merebak di saat tahun baru china di negara tersebut. Di banjiri dengan beragam video viral di media sosial seperti masyarakat china yang runtuh meninggal di jalan, atau video kondisi rumah sakit yang kewalahan dalam menangani pasien corona. Hal ini menimbulkan kekhawatiran juga untuk beberapa masyarakat negara-negara lain. Kuatir jika the worse case, wabah tersebut menjalar ke negara-negara lain nya. Terkhususnya negara ini, Indonesia. 
Saat beritanya belum banyak di TV Nasional, suami saya sudah aktif sekali mencari informasi dari media sosial, dll. Dan dia sudah menyuruh saya bersiaga dengan mulai wajib pakai masker ketika tempat publik, apalagi saya bekerja menggunakan transportasi umum. Setidaknya untuk sampai kantor, saya mesti bertukar moda transoprtasi sebanyak 4 kali. Yang salah satu moda nya adalah Busway Transjabodetabek. Kondisinya sangat tidak kondusif di saat jam pulang kantor, atau jika berangkat kerja sedikit dari lewat jam biasanya. Karena jarak antar penumpang cukup berdesakan, dan kami bisa diberikan tempat duduk di mana pun (seperti di lantai bus, di tangga bus). Mayoritas orang tentu masih tidak menggunakan masker, dan ada yang bersin sesuka hati nya (tanpa menutup mulut, atau mengalihkan arah wajah) meski ada orang lain tepat didepan wajahnya. Maka saya yang awalnya juga tidak suka pakai masker saat dalam perjalanan karena merasakan "pengap" akhirnya memutuskan untuk harus memakai masker (mengikuti nasehat suami juga). 
Saat itu masker masih banyak di mana-mana. Saya pilih beli masker hijab yang kualitasnya paling baik, toh harganya cuman Rp 6000 - Rp 8000 isi 5 pcs. Dan saya sudah sangat aware dengan kebersihan tangan saya, salah satu nya dengan selalu membawa handsanitizer ke mana-mana. Saat itu semua harga masih normal. Meskipun bagi orang seperti saya yang sebelumnya tidak memprioroitaskan masker, rasanya tetap saja "eman" atau mahal. Pikir saya, "ngapain make buang-buang uang padahal orang-orang ga ada yang make tuh". 
Ya saya tetap jalani. Karena setelah dipikir-pikir dengan meningkatkan kehigienisan, kalau pun bukan dalam rangka corona setidaknya saya bisa terhindar dari virus influenza juga. Ribet bangetkan karena lagi kena influenza, meler-meler ingusan buat performa kerja menurun. Masuk ke 2020, corona semakin memarah di china dan negara-negara tetangga nya. Namun berita yang ada di TV Nasional kebanyakan messagenya meng-undervaluekan virus corona ini. Dan bahkan beberapa pejabat justru dengan jumawa mensosialisasikan bahwa Indonesia ini anti corona. Bahkan beberapa study ilmiah  di USA (bahwa sudah ada setidaknya 8 orang dari negara sebesar Indonesia yang sebenarnya sudah terkena coron), pun ditolak tanpa kebijaksanaan untuk mengcroscheck hal tersebut di masyarakat. Dan paling ter-epic nya, saat ada seorang gubernur yang "di-bully" oleh beberapa pejabat. Karena gubernur tersebut, memberikan himbauan ke pada masyarakat nya untuk waspada karena corona bisa saja sudah masuk ke Indonesia (berdasarkan parameter-parameter yang sudah dikaji). 
Tentu saja saya di kantor belum pakai masker, karena akan aneh. Jika tanpa alasan, saya pakai masker sampai ke ruang meeting. Jadi saya hanya pakai masker saat di public transportation & di lingkungan yang sangat padat selain kantor. Hemat saya, "ya lebih baik safety daripada sorry". Dua hari kemudian Presiden RI mengumumkan/merekonfirmasi bahwa benar Corona sudah masuk Indonesia. Seketika semua orang pakain masker, bahkan kantor menyediakan masker untuk karyawan-karyawan nya selama bekerja. 
Harga masker pun melambung, bukan 2 kali lipat tapi berkali-kali lipat. How amazing khan.. Dan tentunya pejabat-pejabat yang dulu nyinyirin gubernur, di hati nya tahan malu dulu meremehkan pernyataan beliau. Banyak orang ketakutan sampai panic buying kebutuhan pokok. Dan juga parno kalau dengar ada orang batuk atau bersin. Bahkan saya sendiri suka parno kalau badan agak sedikit anget. Karena kalau ditarik ke belakang, aktifitas saya yang menggunakan transportasi umum sampai 4 kali bertukar dalam satu perjalanan itu bisa saja berpeluang bertemu orang dengan corona randomly-Wallahu'alam. Di tambah di beberapa hari terakhir saya sempat susah bernafas saat di dalam busway. Tapi karena saya memang ada riwayat sinusitis, dugaan saya saat itu karena hidung saya mampet ditambah kondisi sedang hamil muda yang mungkin saja membuat nafas terasa berat. Ya meski Alhamdulillah sudah dikonfirmasi dokter bahwa itu adalah kondisi kehamilan, bukan karena penyakit atau virus. Tapi namanya sebagai manusia biasa, saya tetap saja parno. Saya kuatir kalau saya pulang bawa virus juga untuk orang-orang rumah, terutama suami saya  & anak saya di dalam kandungan.
Waktu berjalan, meski corona membumi di Jakarta, tapi semua orang terlihat saling bekerja sama untuk memerangi cobaan wabah ini. Hal itu terlihat dengan pemandangan setiap orang yang sudah menggunakan masker di jalan-jalan bahkan sampai di dalam kantor & swalayan. Dan juga begitu banyak akses untuk cuci tangan, ada banyak keran & sabun di sekitar mana pun. Saya paham bahwa cobaan ini untuk dilalui dengan ikhtiar maksimal & doa maksimal agar wabah ini diangkat. Saya rindu shalat di dalam masjid, saat ramadhan kemaren saya sangat rindu sampai tak kuasa menahan tangis karena ingin shalat, itikaf di masjid, & shalat hari raya. Harapan terbesar saya, kalau pun corona masih ada di Indonesia.. semoga masjid-masjid boleh digunakan kembali. Alhamdulillah sekarang masjid-masjid sudah dibukan kembali. Dan masyarakat bisa melaksanakan ibadah dengan kondisi yang telah disesuaikan. 
Karena jiwa juga butuh makan & suplemen. Makanan dan suplemen nya itu adalah ibadah. Saat jiwa lemah, raga pun akan lemah. Jadi kalau shalat-shalat berjamaah sudah bisa diaktifkan kembali, saya merasa hidup sudah cukup normal kembali. Jiwa lebih bugar, raga pun lebih bugar. Bedanya sekarang kemana-mana mesti siap peralatan shalat atau sekalian saja berpakainya yang proper agar langsung di pakai shalat. Itu tidak merepotkan sama sekali. Karena dari aktifitas ibadah ini, kami bisa semakin banyak meminta kepada Rabb agar wabah ini diagkat dari bumi Indonesia. 
Dalam masa corona ini, semua muslimah di Indonesia sedang "praktikum" memakai cadar dalam keseharian. MasyaAllah. Saat masa WFH kemaren, semua karyawan di Indonesia sedang dikasih "liburan spesial" karena sepanjang hari bisa melihat orang-orang tersayang. Dan sebagai seorang muslim, kita juga sedang "mengimplementasikan" perintah menjaga kebersihan dalam islam. Islam ga ada wabah pun, kita cuci tangan-cuci kaki minimal 5 kali sehari (dalam wudhu). Di islam, ga ada wabah pun kita memang disuruh makan makanan yang halal & toyib. Halal adalah segala objek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan, dalam agama Islam. Contoh segala daging-dagingan halal, tentunya bukan daging kalilawar apalagi katak. Dan Toyib dengan makna baik untuk kesehatan/tubuh. Antara halal-toyib ditengahi kata "dan" bukan "atau". MasyaAllah khan.. sudah halal, toyib pula. 
Semoga cobaan ini segara usai di Indonesia & seluruh dunia. Semoga Allah ampuni dosa kita, dan selamatkan kita dari wabah ini. Amin